Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah sehingga istilah bangku secara resmi popular menjadi bank (Kasmir, 2003:78).
Menurut Kasmir (2003:11) bank secara sederhana dapat diartikan sebagai:
“Lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya”.
Sedangkan pengertian lembaga keuangan menurut Kasmir (2003:11) sebagai berikut:
“Setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan yang kegiatannya baik hanya menghimpun dana maupun hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan dana”.
Berdasarkan definisi di atas dapat dijelaskan bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan yang meliputi tiga kegiatan utama yaitu:
- Menghimpun dana, maksudnya adalah mengumpulkan atau mencari dana (uang) dengan cara membeli dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Pembelian dana dari masyarakat ini dilakukan oleh bank dengan cara memasang berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan dananya. Kegiatan penghimpunan dana ini sering disebut dengan istilah funding.
- Menyalurkan dana, maksudnya adalah melemparkan kembali dana yang diperoleh lewat simpanan giro, tabungan, dan deposito ke masyarakat dalam bentuk pinjaman (kredit) bagi bank yang berdasarkan prinsip konvensional atau pembiayaan bagi bank berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan penyaluran ini dikenal dalam dunia perbankan dengan istilah lending.
- Memberikan jasa bank lainnya ynag merupakan jasa pendukung atau pelengkap kegiatan perbankan seperti jasa pengiriman uang (Transfer), jasa setoran telepon, listrik, air, atau uang kuliah, jasa pembayaran seperti pembayaran gaji, pensiun serta jasa bank lainnya.
Pengertian Bank Syariah
Bank syariah ini pada hakikatnya sama saja dengan bank konvensional biasa, yang berbeda hanya dalam masalah bunga dan praktek lainnya menurut syariah Islam tidak dibenarkan. Selain itu, bank ini tidak mengenakan sistem bunga seperti bank konvensional namun tetap ada beban yang dikenakan kepada mereka yang menikmati jasanya tetapi konsep dan cara perhitungannya tidak seperti bank konvensional (Kasmir, 2003:10).
Menurut Muhammad (2002:13), bank Islam selanjutnya disebut dengan Bank Syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut bank tanpa bunga adalah lembaga keuangan yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Quran dan Hadist Nabi SAW. Atau dengan kata lain, bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariah Islam.
Beberapa pendapat para ahli yang mengemukakan tentang pengertian Bank Syariah antara lain:
- Menurut Habib Nazir dan Hasanuddin (2004:74) mengemukakan bahwa: “Bank syariah adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam”.
- Menurut Totok dan Sigit Triandaru (2006:153) mengemukakan bahwa: “Bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya baik bank penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip-prinsip syariah Islam”
- Schaik (2001:49) mengemukakan bahwa terdapat tujuh prinsip ekonomi Islam yang menjiwai bank syariah, yaitu: (1) keadilan, kesamaan dan solidaritas; (2) larangan terhadap objek dan makhluk; (3) pengakuan kekayaan intelektual; (4) harta sebaiknya digunakan dengan rasional dan baik (fair way); (5) tidak ada pendapatan tanpa usaha dan kewajiban; (6) kondisi umum dari kredit (meliputi; pertama, peminjam yang mengalami kesulitan keuangan sebaiknya diperlakukan secara baik, diberi tangguh waktu, bahkan akan lebih baik bila diberi keringanan, dan kedua, terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum selisih antara kredit dan harga spot, ada yang berpendapat bahwa itu adalah suku bunga implisit dan ada juga yang berpendapat bahwa hal tersebut dibolehkan untuk mengakomodasi biaya transaksi, bukan biaya dari pembiayaan; dan (7) dua risiko, di satu sisi sebagai bagian dari persetujuan kredit (liability) usaha produktif yang merupakan legitimasi dari bagi hasil, di lain sisi risiko sebaiknya diambil secara hati-hati, risiko yang tak terkontrol sebaiknya dihindari.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bank syariah atau bank Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah atau hukum Islam yang bertujuan atau didasari oleh larangan agama Islam memungut maupun meminjam dengan bunga atau disebut riba serta laranagn untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram di mana hal ini dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Berdasarkan hasil kajian Tim Bursa Efek Indonesia News (2004) menunjukkan bahwa ada 5 (lima) faktor yang memicu perkembangan perbankan syariah di Indonesia, sekaligus menjadi pembeda antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, yaitu:
Menurut Karim (2006) Secara umum, kegiatan operasional bank syariah dapat dilihat dari jenis produk yang ditawarkan oleh bank syariah. Produk yang ditawarkan bank syariah adalah:
1. Penyaluran Dana (Financing)
Produk penyaluran dana dapat dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:
a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli. Pembiayaan ini dilakukan sehubungan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan, transaksi jual beli dapat dibedakan menjadi:
1) Pembiayaan Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil). Akad ini lebih dikenal dengan murabahah saja. Dalam skema murabahah, bank bertindak sebagai penjual sedangkan nasabah bertindak sebagai pembeli. Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan waktu penyerahan. Hal yang sebaiknya diperhatikan adalah bahwa bank harus memberitahukan tingkat keuntungan yang diambil bank pada transaksi tersebut.
2) Pembiayaan Salam. Akad ini merupakan akad transaksi jual beli dengan barang yang bertindak sebagai objek belum ada. Namun, sebagai syarat transaksi ini adalah bahwa kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
2. Penghimpunan Dana (Funding)
Penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito, namun dengan melekatkan prinsip operasional syariah pada penghimpunan dana tersebut. Prinsip operasional syariah yang dapat diterapkan pada penghimpunan dana adalah prinsip wadi’ah dan prinsip Mudharabah.
a. Prinsip Wadi’ah. Terdapat dua jenis simpanan dengan prinsip wadi’ah, yaitu wadi’ah yad dhamanah dan wadi’ah amanah. Jenis wadi’ah yad dhamanah merupakan akad yang sering diterapkan pada rekening giro. Dalam prinsip wadi’ah yad dhamanah, nasabah yang menitipkan dana pada bank tersebut tidak dijanjikan imbalan pendapatan, namun juga tidak menanggung kerugian. Keuntungan dan kerugian murni dipegang oleh bank. Bank dapat memberikan bonus pada nasabah, namun tidak boleh dijanjikan pada awal pembentukan akad.
b. Prinsip Mudharabah. Dalam prinsip himpunan dana Mudharabah, bank bertindak sebagai mudharib (pengelola) sedangkan nasabah bertindak sebagai sahib al-maal (pemilik modal). Prinsip Mudharabah diaplikasikan dalam produk tabungan berjangka dandeposito berjangka. Prinsip Mudharabah dapat dibagi ke dalam dua bagian, ditinjau dari kewenangan pengelola:
1) Mudharabah Mutlaqah. Prinsip Mudharabah mutlaqah juga disebut dengan Unrestricted Investment Account (URIA). Dalam prinsip URIA, tidak terdapat limitasi yang dibebankan pemilik dana kepada bank sebagai pihak pengelola dana. Hal ini berarti bahwa bank selaku pihak pengelola dana tersebut bebas menentukan penyaluran dana tersebut ke sektor manapun.
2) Mudharabah Muqayyadah. Prinsip Mudharabah muqayyadah disebut juga dengan Restricted Investment Account (RIA). Dalam prinsip RIA, terdapat limitasi yang dibebankan oleh pemilik dana kepada bank selaku pengelola dana. Artinya, dalam penyaluran dana tersebut yang dilakukan oleh bank, terdapat syarat–syarat yang diajukan oleh pemilik dana.
3. Jasa (Services)
Sehubungan dengan perbedaan pendapat yang terjadi antara Karim dan Muhammad pada akad pelengkap, maka perbedaan tersebut juga berimplikasi pada produk jasa perbankan syariah. Menurut Karim (2006:112) jasa perbankan meliputi sharf (forex trading) dan ijarah (sewa). Sewa dalam hal ini adalah jasa penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian).
Perbedaan Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Berdasarkan hasil kajian Tim Bursa Efek Indonesia News (2004) menunjukkan bahwa ada 5 (lima) faktor yang memicu perkembangan perbankan syariah di Indonesia, sekaligus menjadi pembeda antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, yaitu:
- Market yang dianggap luas ternyata belum digarap secara maksimal (apalagi bank syariah tidak hanya dikhususkan untuk orang muslim karena di sejumlah bank terdapat nasabah non-muslim).
- Sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dibandingkan dengan sistem bunga yang dianut bank konvensional (review pada waktu krisis ekonomi-moneter).
- Return yang diberikan kepada nasabah pemilik dana bank syariah lebih besar daripada bunga deposito bank konvesional (ditambah lagi belakangan ini, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terus mengalami penurunan, sehingga suku bunga bank juga menurun).
- Bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (Mudharabah), prinsip penyertaan modal (Musyarakah), prinsip jual beli (Murabahah), dan prinsip sewa (Ijarah).
- Prinsip laba bagi bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena bank syariah mengupayakan memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun kesejahteraan masyarakat (lagi pula, bank syariah bekerja di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah).
- Prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan ditetapkan atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah.
- Prinsip kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana, dan bank memiliki hak, kewajiban, beban terhadap risiko, dan keuntungan yang berimbang.
- Prinsip ketenteraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsip dan kaidah muamalah Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta).
Kegiatan Operasional Bank Syariah
Menurut Karim (2006) Secara umum, kegiatan operasional bank syariah dapat dilihat dari jenis produk yang ditawarkan oleh bank syariah. Produk yang ditawarkan bank syariah adalah:
1. Penyaluran Dana (Financing)
Produk penyaluran dana dapat dilakukan dengan prinsip sebagai berikut:
a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli. Pembiayaan ini dilakukan sehubungan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan, transaksi jual beli dapat dibedakan menjadi:
1) Pembiayaan Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil). Akad ini lebih dikenal dengan murabahah saja. Dalam skema murabahah, bank bertindak sebagai penjual sedangkan nasabah bertindak sebagai pembeli. Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan waktu penyerahan. Hal yang sebaiknya diperhatikan adalah bahwa bank harus memberitahukan tingkat keuntungan yang diambil bank pada transaksi tersebut.
2) Pembiayaan Salam. Akad ini merupakan akad transaksi jual beli dengan barang yang bertindak sebagai objek belum ada. Namun, sebagai syarat transaksi ini adalah bahwa kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti.
3) Pembiayaan Istishna’. Akad ini hampir sama dengan akad Salam, namun pada akad Istishna’, pembayaran yang dilakukan oleh bank dapat dicicil. Pembiayaan ini biasanya dilakukan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa. Transaksi Ijarah didasari atas perpindahan manfaat. Perbedaan prinsip sewa dengan prinsip jual beli terletak pada objek transaksi. Pada prinsip sewa, objek transaksi adalah jasa, sedangkan pada prinsip jual beli objeknya adalah barang/benda. Terdapat akad sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan objek pada akhir masa sewa. Akad ini disebut dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (IMBT).
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Pembiayaan Musyarakah. Akad pembiayaan ini merupakan bentuk umum dari pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Akad Musyarakah merupakan perpaduan aset dua pihak atau lebih, guna membentuk usaha. Aset yang dipadukan dapat berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik, bentuk kontribusi yang dipadukan oleh pihak–pihak yang terkait dapat berbentuk dana, barang perdagangan, kewiraswastaan, kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), asset tidak berwujud (intangible asset), atau bahkan reputasi (reputation).
2) Pembiayaan Mudharabah. Pembiayaan Mudharabah terbentuk dengan komposisi pemilik modal (Shahib Al-maal), dalam hal ini bank, dengan pengelola usaha (Mudharib). Dalam bentuk kerjasama ini, proporsi kontribusi modal 100% diberikan oleh Shahib Al-maal, yaitu bank. Hal ini membedakan pembiayaan Mudharabah dengan pembiayaan Musyarakah. Dalam pembiayaan Mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak sedangkan pada pembiayaan Musyarakah, dana modal dapat berasal dari dua pihak atau lebih.
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa. Transaksi Ijarah didasari atas perpindahan manfaat. Perbedaan prinsip sewa dengan prinsip jual beli terletak pada objek transaksi. Pada prinsip sewa, objek transaksi adalah jasa, sedangkan pada prinsip jual beli objeknya adalah barang/benda. Terdapat akad sewa yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan objek pada akhir masa sewa. Akad ini disebut dengan ijarah muntahhiyah bittamlik (IMBT).
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Pembiayaan Musyarakah. Akad pembiayaan ini merupakan bentuk umum dari pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Akad Musyarakah merupakan perpaduan aset dua pihak atau lebih, guna membentuk usaha. Aset yang dipadukan dapat berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik, bentuk kontribusi yang dipadukan oleh pihak–pihak yang terkait dapat berbentuk dana, barang perdagangan, kewiraswastaan, kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), asset tidak berwujud (intangible asset), atau bahkan reputasi (reputation).
2) Pembiayaan Mudharabah. Pembiayaan Mudharabah terbentuk dengan komposisi pemilik modal (Shahib Al-maal), dalam hal ini bank, dengan pengelola usaha (Mudharib). Dalam bentuk kerjasama ini, proporsi kontribusi modal 100% diberikan oleh Shahib Al-maal, yaitu bank. Hal ini membedakan pembiayaan Mudharabah dengan pembiayaan Musyarakah. Dalam pembiayaan Mudharabah, modal hanya berasal dari satu pihak sedangkan pada pembiayaan Musyarakah, dana modal dapat berasal dari dua pihak atau lebih.
2. Penghimpunan Dana (Funding)
Penghimpunan dana yang dilakukan oleh bank dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito, namun dengan melekatkan prinsip operasional syariah pada penghimpunan dana tersebut. Prinsip operasional syariah yang dapat diterapkan pada penghimpunan dana adalah prinsip wadi’ah dan prinsip Mudharabah.
a. Prinsip Wadi’ah. Terdapat dua jenis simpanan dengan prinsip wadi’ah, yaitu wadi’ah yad dhamanah dan wadi’ah amanah. Jenis wadi’ah yad dhamanah merupakan akad yang sering diterapkan pada rekening giro. Dalam prinsip wadi’ah yad dhamanah, nasabah yang menitipkan dana pada bank tersebut tidak dijanjikan imbalan pendapatan, namun juga tidak menanggung kerugian. Keuntungan dan kerugian murni dipegang oleh bank. Bank dapat memberikan bonus pada nasabah, namun tidak boleh dijanjikan pada awal pembentukan akad.
b. Prinsip Mudharabah. Dalam prinsip himpunan dana Mudharabah, bank bertindak sebagai mudharib (pengelola) sedangkan nasabah bertindak sebagai sahib al-maal (pemilik modal). Prinsip Mudharabah diaplikasikan dalam produk tabungan berjangka dandeposito berjangka. Prinsip Mudharabah dapat dibagi ke dalam dua bagian, ditinjau dari kewenangan pengelola:
1) Mudharabah Mutlaqah. Prinsip Mudharabah mutlaqah juga disebut dengan Unrestricted Investment Account (URIA). Dalam prinsip URIA, tidak terdapat limitasi yang dibebankan pemilik dana kepada bank sebagai pihak pengelola dana. Hal ini berarti bahwa bank selaku pihak pengelola dana tersebut bebas menentukan penyaluran dana tersebut ke sektor manapun.
2) Mudharabah Muqayyadah. Prinsip Mudharabah muqayyadah disebut juga dengan Restricted Investment Account (RIA). Dalam prinsip RIA, terdapat limitasi yang dibebankan oleh pemilik dana kepada bank selaku pengelola dana. Artinya, dalam penyaluran dana tersebut yang dilakukan oleh bank, terdapat syarat–syarat yang diajukan oleh pemilik dana.
3. Jasa (Services)
Sehubungan dengan perbedaan pendapat yang terjadi antara Karim dan Muhammad pada akad pelengkap, maka perbedaan tersebut juga berimplikasi pada produk jasa perbankan syariah. Menurut Karim (2006:112) jasa perbankan meliputi sharf (forex trading) dan ijarah (sewa). Sewa dalam hal ini adalah jasa penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian).
No comments:
Post a Comment