Introduksi
Kemampuan untuk mengalami rasa nyeri merupakan hal yang penting untuk bertahan hidup dan kelangsungan hidup. Akibat patologis yang dapat timbul karena ketidakmampuan untuk merasakan nyeri telah di jelaskan secara rinci dengan adanya nyeri berlebihan yang dialami oleh anak anak dengan kongenital indeferensi terhadap nyeri. Pada sistem nyeri, termasuk fiber aferen (nosiseptor) yang merespon terhadap jejas,, dan sirkuit yang berhubungan dengan afferen afferen ini, tidak hanya membentuk refleks withdrawal terhadap jejas, tetapi juga memberikan fungsi protektif terhadap jaringan atau jejas pada saraf. Pada kondisi seperti ini, neuron neuron pada jalur nyeri menjadi sensitive pada stimulus yang tidak menimbulkan jejas diersepsikan sebagai sangat nyeri (allodynia), dan stimulus yang normalnya nyeri dipersepsikan menjadi lebih nyeri (hiperalgesia). Proses sensitasi diperkirakan merupakan respon adaptif yang melindungi area jejas. Pada beberapa kasus, roses sensitasidapat bertahan lama, kemudian berkembang menjadi sindrom nyeri kronik, tetap ada setelah nyeri akut terselesaikan. Pada keadaan patologis seperti ini, sering melemahkan kondisi, adanya kelainan plastisitas pada jalur nyeri yang berkembang menjadi sebuah kondisi kegagalan adaptif dimana nyeri tidak lagi sebagai sistem peringatan akut.
Kemampuan untuk mencegah kondisi yang bergantung pada pengertian komprehensif terhadap mekanisme dasar dimana sinyal nyeri dihasilkan oleh nosiseptor dan bagaimana informasi ini ditransmisikan ke sistem saraf pusat (CNS). Pada chapter ini, kita berfokus pada molekul dan tipe sel yang berperan dalam sensasi normal, dengan spesifik emfasis pada nosiseptor dan pada ordo kedua neuron-neuron pada spinal cord. Kita juga mendiskusikan bagaimana proses ini terjadi karena jejas jaringan atau jejas saaraf dan pada keadaan nyeri persisten
Neuron afferen primer
Deteksi stimulus somatosensoris diinisisasi oleh neuron sensoris primer dimana badan sel terdapat pada nervus trigeminusdan dorsal root ganglia. Pseudo unipolar neuron ini memperpanjang cabang affeen yang menginervasi jaringan perifer target dan cabang sentral afferen yanbg memiliki target spinal cord dorsal horn atau nukleus kaudal medulla (untuk afferen trigeminal). Afferen primer yang menginervasi jaringan somatik dari dulu dikategorikan menjadi 3 kelas AB, AG, C fiber, berdasarkan diameter, derajat myelinisasi, dan kecepatan konduksi. Perbedaan fisiologik dihubungkan dengan kontribusi fungsional atau sensasi somatik.badan sel yang memiliki Diameter terbesar memberikan peningkatan myelinisasi fiber AB yang mempercepat konduksi impuls nyeri dan mendeteksi stimulasi mekanik yang tidak menimbulkan jejas. Stimulus noxious termal,mekanis dan kimia, dideteksi oleh diameter menengah, memiliki myelin yang tipis fiber AG dan diameter yang kecil, serat C fiber yang tidak bermyelin. Kedua grup ini merupakan nosiseptor, dan menunjukkan sistem deteksi terhadap stimulus yang mampu membuat jejas pada jaringan, dan hanya tertarik pada intensitas stimulus mencapai range noxious. Nosiseptor AG memediasi cepat dan sensasi pricking pada nyeri pertama, dan c fiber membawa informasi kualitas nyeri pada nyeri kedua.
Subtipe nosiseptor
Studi elektrofisiologik telah mengidentifikasi 2 kelas nosiseptor AG. Tipe pertama siap diaktivasi oleh stimulasi mekanik. Sel-sel ini relatif tidak merespon pada durasi yang pendek, stimulasi panas yang noxious, tetapi lebih berespon pada periode yang lebihnpanjang pada stimulasi panas. Kelas kedua tidak sensitif terhadap stimulasi mekanik tetapi lebih diaktifkan oleh panas. Nosiseptor AG memiliki karkteristik adanya ekspresi dari beberapa pertanda molekular. Berdasarkan status myelinisasi, serabut-serabut ini mengekspresikan neurofilamen, N52, pertanda fiber bermyelin. Sebagian nosissptor AG mengekspresi neuropeptide, calcitonin gene-related peptide (CGRP), kanal ion TRPV2 dan subtipe G dari reseptor opioid.
Sebagian besar nosiseptor serat C menunjukkan properti respon polimodal, serat serat ini diaktivasi oleh modal multimodal dari stimulus nyeri, termasuk termal, kimia, dan mekanik. Walaupun lebih langka, spesifik pada modalitas. (contoh, eksklusif respon terhadap panas). Serat C tetap berperan. Nosiseptor serat C sejak dulu dibagi berdasarkan identias neurokimia, menjadi 2 kelas umum: nosiseptor peptidergik menunjukkan neuropeptide substance P dan CGRP, nosiseptor non-peptidergik kekurangan neuropeptide dan berikatan dengan lectin IB4. Bukti terbaru menunjukkan bahwa molekul ini menunjukkan subtipe serat C membuat perbedaan kontribusi fungsi pada deteksi stimulus noxious dari modalitas yang berbeda.
Nosiseptor dan deteksi stimulus noxious
Terminal perifer dari nosiseptor spesial untuk mendeteksi dan mentransduksi ztimulus noxious. Proses ini tergantung keberadaan dari kanal ion spesifik dan reseptor pada termjnal perifer. Diantara ini semuaa id sensing ion channel, purinergic P2x reseptor, pintu sodium bervoltase, kanal kalsium dan potassium, dan famili transient receptorpotential (TRP) dari kanal ion. Banyak dari molekul ini unik atau istimewa diekspresi di nosiseptof, dibandingkan bagian lain dari sistem saraf.
Mekanisme molekuler dari nosisepsi: termal, mekanik, dan kimia
Aktivasi ambang batas beberapa reseptor perifer sangat dekat dengan batas psikofisik antara persepsi stimulus thermal innocous dan noxious. Sebagai contoh, ambang nyeri akibat panas pada manusia, sekitar 43 derajat celcius, sesuai dengan aktivasi ambang terhadap sensoris kanal ion, TRPV1, pada tikus yang kurang memiliki TRPV 1 menunjukkan adanya kekurangan dalam sel dan respon terhadap noxious heat. Serupa dengan itu, kanal ion, TRPM8, berhubungan dengan temperatur dibawah 25derajat celcius, dan pada tikus yang memiliki kekurangan pada reseptor ini menunjukkan adanya pengurangan respon yang drastis terhadap ambang panas dan dingin., termasuk ambang noxious. Kemudian, beberapa reseptor berperan dalam mendeteksi stimulus noxious thermal, termasuk kanal ion TRPV3 dan TRPV4.
Beberapa kandidat reseptor telah diusulkan mendasari mekanisme transduksi, termasuk anggota dari famili degenerin/ epithelial Na+ channel (DEG/EnaC) dan anggota dari famili TRP (sebagai contoh TRPV2, TRPV4, dan TRPA1). Akan tetapi studi knockout gene telah gagal menegaskan dukungan fungsi esensial molekul molekul di dalam mekanisme transduksi. Karena mekanisme hipersensitivitas adalah masalah klinis yang besar, identifikasi molekul kunci transduser masih menjadi tantangan yang besar.
Akhirnya, stimulus kimia noxious mengaktivasi sejumlah reseptor yang ditemukan di terminal nosiseptor. Diantaranya adalah ASIC dan reseptor ATP responsive purinergi. Yang mungkin relevan dengan jejas jaringan, dimana perubahan pH dan pelepasan ATP sudah biasa. Beberapa kanal TRP (TRPV1) juga diregulasi dengan pH dan banyak target iritan yang berasal dari tumbuhan, termasuk capsaicin (TRPV1), menthol (TRPM8) dan bahan-bahan yang ada di mustar dan bawang (TRPA 1). TRPA 1 juga merespon terhadap hots dari lingkungan iritan. Akhirnya, ada mediator kimawi endogen tertentu yang mengaktivasi kanal subtipe TRP yang berbeda. Mediator- mediator ini mungkin sangat berperan pada jejas jaringan viscera, innervasi afferen yang tidak bisa diakses terhadap stimulus kimiawi eksogen atau stimulus thermal yang intens.
Konduksi sinyal nosisepsi
Nosiseptor mengekspresi perlengkapan untuk subtipe kanal ion gerbang bervoltase. Diantara neuron sensoris spesifik terhadap kanal sodium Nav 1,8 dan 1,9, yang tersebar mengekspresi knal sodum Nav1,7, berperan pada generasi dan transduksi aksi potensial di nosiseptor. Peran yang sangat penting dari Nav 1,7 dapat nosisepsi telah didemonstrasikan di laporan yang terjadinya mutasi kehilangan fungsi pada kanal ini di manusia yang mengarah pada ketidakmampuan untuk mendetekstimulus nyeri, sementara terjadinya mutasi bertambahnya fungsi mengarah ke gangguan dengan karakteristik nyeri terbakar yang intens. Kanal potassium tipe KCNQ yang juga berperan penting dalam menentukan waktu repolarisasi nosiseptor.
Ketika aksi potensial memasuki terminal sentral di nosiseptro, pelepasan neurotransmitter dipicu melalui aktivasi kanal kalsium gerbang bervoltase N-, P/Q-, dan tipe T.. Meskipun glutamate adalah neurotransmitter utama, jika tidak wajib, neurotransmitter eksitasi di semua nosiseptor, neuron peptidergic melepaskan SP dan CGRP . Reseptor spesifik untuk neurotransimtter ini yaitu reseptro N-methyl-Daspratat Acid (NMDA) dan reseptor a-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazolepropionat acid (AMPA) untuk glutamate, reseptor neurokinin 1 untuk SP, dan CGRP berlokasi pada tempat yang tidak seharusnya di spinal cord dorsal horn, dan memediasi respons post synaps sampai aktivasi afferen primer.
No comments:
Post a Comment