Friday, May 1, 2015

Audit Internal

Definisi Audit


Perusahaan didirikan dengan tujuan utama untuk memperoleh laba disamping beberapa tujuan lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka semua tahap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan, dianalisa dan diteliti secara seksama terlebih dahulu oleh mereka yang bertanggung jawab. 
Audit Internal

Makin luas dan rumitnya masalah-masalah yang ada pada perusahaan, maka ruang lingkup dan luasnya tugas yang dipikul oleh manajemen semakin bertambah besar. Oleh karena itu manajemen memerlukan alat bantu yang dapat digunakan untuk mengendalikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakannya. Salah satu alat bantu dalam melaksanakan fungsi utama manajemen, fungsi pengawasan dan pengendalian adalah aktivitas audit. Arens (2008:3) mendefinisikan pengertian audit sebagai berikut: Auditing adalah pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi itu dan kriteria yang telah ditetapkan. 

Auditing harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen, dalam melaksanakan audit harus tersedia informasi dalam bentuk yang dapat diverifikasi dan beberapa standar yang digunakan auditor untuk mengevaluasi informasi tersebut dan memiliki banyak bentuk. Para auditor secara rutin melakukan audit atas informasi yang dapat diukur termasuk laporan keuangan perusahaan dan SPT pajak penghasilan federal perorangan. Auditor juga mengaudit informasi yang lebih subjektif seperti efektifitas sistem komputer dan efisiensi operasi manufaktur.

Jenis-Jenis Audit 


Beberapa jenis audit dilakukan untuk memastikan bahwa proses operasi didalam perusahaan telah berjalan sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang berlaku serta pengelolaan terhadap sumber daya dalam proses tersebut berjalan secara efektif dan efisien. 

Bayangkara (2011:2) mengemukakan terdapat beberapa jenis-jenis audit, yaitu: 
  1. Audit kepatuhan (compliance audit), auditor berusaha mendapatkan dan mengevaluasi informasi untuk menentukan apakah pengelolaan keuangan, operasi, atau aktivitas yang lain dari suatu entitas telah sesuai dengan kriteria, kebijakan, atau regulasi yang mendasarinya. 
  2. Audit Internal (audit internaling), auditor melakukan penilaian secara independen terhadap berbagai aktivitas dalam memberikan jasanya kepada perusahaan. Secara lengkap Institute of Audit Internalor (IIA) mendefinisikan Audit Internaling sebagai: An independent appraisal activity established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to the organization. The object of Audit Internaling is to assist members in the organization in the effective discharge of their duties.

Tujuan Audit


Audit manajemen bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan, program dan aktivitas yang masih memerlukan perbaikan, sehingga dengan rekomendasi yang diberikan nantinya dapat dicapai perbaikan atas pengelolaan berbagai program dan aktivitas pada perusahaan tersebut. Berkaitan dengan tujuan ini titik berat audit diarahkan terutama pada berbagai objek audit yang diperkirakan dapat diperbaiki di masa yang akan datang, di samping juga mencegah kemungkinan terjadinya berbagai kerugian. Bayangkara (2011:4) menyatakan bahwa tujuan audit diantaranya, yaitu: 

Audit laporan keuangan, bertujuan menentukan apakah laporan keuangan audited telah disusun sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum. 

Audit kepatuhan, bertujuan menentukan tingkat kepatuhan suatu entitas terhadap hukum, peraturan, kebijakan, rencana dan prosedur. 

Audit internal, bertujuan: 
  • Menilai keandalan laporan keuangan;
  • Menentukan tingkat kepatuhan suatu entitas terhadap hukum, peraturan, kebijakan, rencana dan prosedur;
  • Menilai pengendalian internal organisasi;
  • Menilai efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya; dan
  • Program peninjauan terhadap konsistensi hasil dengan tujuan organisasi.  

Audit operasional, bertujuan menilai efesiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya. 

     Ruang lingkup audit meliputi seluruh aspek kegiatan manajemen. Ruang lingkup ini dapat berupa seluruh kegiatan atau dapat juga hanya mencakup bagian tertentu dari program atau aktivitas yang dilakukan. Periode audit juga bervariasi, bisa untuk jangka waktu satu minggu, beberapa bulan, satu tahun, bahkan untuk beberapa tahun, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.  


Pengertian Audit Internal


Audit internal hanya terdapat dalam perusahaan yang relatif besar. Dalam perusahaan ini, pimpinan perusahaan membentuk banyak departemen, bagian, seksi, atau suatu organisasi yang lain dan mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada kepala–kepala unit organisasi tersebut. Menurut Tugiman (2006:11) pengertian audit internal yaitu suatu fungsi penilaian yang independen yang ada dalam suatu organisasi dengan tujuan untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan organisasi yang dilaksanakan.

Berdasarkan definisi diatas dapat dikatakan audit internal merupakan suatu kontrol organisasi yang mengukur dan mengevaluasi organisasi. Informasi yang dihasilkan, ditujukan untuk manajemen organisasi sendiri. Setelah mengetahui apa yang dimaksud dengan audit internal, terdapat istilah yang disebut auditor internal yang harus kita ketahui untuk dapat membedakan antara audit internal dengan auditor internal, sedangkan Suhayati dan Rahayu (2009:14) mengemukakan pengertian auditor internal sebagai berikut: 

Pegawai dari suatu organisasi/perusahaan yang bekerja di organisasi tersebut untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen perusahaan yang bersangkutan, dengan tujuan untuk membantu manajemen organisasi untuk mengetahui kepatuhan para pelaksana operasional organisasi terhadap kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Kumat (2011:35) mendefinisikan audit internal adalah sebagai berikut: 
Audit Internal adalah agen yang paling pas untuk mewujudkan Internal Control, Risk Management dan Good Corporate Governance yang pastinya akan memberi nilai tambah bagi sumber daya dan perusahaan. 

Agoes (2004:221) mengemukakan internal audit atau pemeriksaan intern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian internal audit perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan, maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen puncak yang telah ditentukan dan ketaatan terhadap peraturan pemerintah dan ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi yang berlaku. Peraturan pemerintah misalnya peraturan di bidang perpajakan, pasar modal, lingkungan hidup, perbankan, perindustrian, investasi dan lain-lain. Ketentuan-ketentuan dari ikatan profesi misalnya standar akuntansi keuangan.

Definisi audit internal menurut IIA (Institute of Internal Auditor) yang dikutip oleh Boynton (2006:980) yakni internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes. 

Audit internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif, dan konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan melakukan pendekatan sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen resiko, pengendalian dan proses tata kelola.

Tugiman (2006:11) mengemukakan internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan, sedangkan menurut Mulyadi (2002:29), audit intern adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan (perusahaan negara maupun perusahaan swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi. 

IIA (Institute of Internal Auditor) memperkenalkan Standards for the Professional Practice of Internal auditing-SPPIA dikutip dari Sawyer (2006:8), audit internal adalah fungsi penilaian independen yang dibentuk dalam perusahaan untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas-aktivitasnya sebagai jasa yang diberikan kepada perusahaan. Dari beberapa definisi diatas sudah jelas bahwa audit internal merupakan jaminan, independen, obyektif dan aktivitas konsultasi yang dirancang untuk menambah nilai dan meningkatkan operasi organisasi. Hal tersebut membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance.


Peran Auditor Internal


Audit internal merupakan aktivitas independen yang memberikan jaminan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Aktifitas ini membantu organisasi mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan yang sistematis dan disiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola (The IIA Research Foundation, 2011:2). 

Audit internal dilaksanakan oleh pihak internal dalam organisasi yang dikenal dengan auditor internal. Mengingat pentingnya peran pengawasan terhadap tindak fraud, maka audit internal menjadi satu-satunya unit kerja yang paling tepat melakoninya. Karena itu, peran audit internal yang selama ini selalu berkaitan dengan urusan physical control harus sudah bergeser dari sekedar terkesan sebagai “provoost”. Perusahaan menjadi unit yang mampu berperan dalam pencegahan sekaligus pendeteksian fraud.

Auditor internal adalah pakar dalam tata kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern. Audit internal berusaha untuk meningkatkan operasi organisasi dan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya hal negatif termasuk pelaporan keuangan yang tidak dapat diandalkan. Auditor internal membantu manajemen dalam mendesain serta memelihara kecukupan dan efektifitas struktur pengendalian intern. Auditor internal juga bertanggungjawab untuk menilai kecukupan dan keefektifan dari masing-masing sistem pengendalian yang memberikan jaminan kualitas dan integritas dari proses pelaporan keuangan. 

Sesuai Interpretasi Standar Profesional Audit Internal (SPAI) standar 120.2 tahun 2004 (dalam Yuniarti, 2012), tentang pengetahuan mengenai penyimpangan, dinyatakan bahwa auditor internal harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti dan menguji adanya indikasi penyimpangan. Selain itu, Statement on Internal Auditing Standards (SIAS) No. 3, tentang Deterrence, Detection, Investigation, and Reporting of Fraud (1985), memberikan pedoman bagi auditor internal tentang bagaimana melakukan pencegahan, pendeteksian dan penginvestigasian terhadap fraud. SIAS No. 3 tersebut juga menegaskan tanggung jawab auditor internal untuk membuat laporan audit tentang fraud.

Pusdiklatwas BPKP (2008:43) mengemukakan peran yang ideal bagi audit internal sebagai berikut: 
  1. Peran audit internal dalam pencegahan fraud 
  2. Peran audit internal dalam pendeteksian fraud 
Audit internal dituntut untuk waspada terhadap setiap hal yang menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya fraud, yang mencakup: 
  1. Identifikasi titik-titik kritis terhadap kemungkinan terjadinya fraud. 
  2. Penilaian terhadap sistem pengendalian yang ada, dimulai sejak lingkungan pengendalian hingga pemantauan terhadap penerapan sistem pengendalian. 
Seandainya terjadi fraud, audit internal bertanggung jawab untuk membantu manajemen mencegah fraud dengan melakukan pengujian dan evaluasi keandalan dan efektivitas dari pengendalian, seiring dengan potensi risiko terjadinya fraud dalam berbagai segmen. Tidak hanya manajemen puncak, Audit internal juga harus mendapat sumber daya yang memadai dalam rangka memenuhi misinya untuk mencegah fraud. 

Tanggung jawab audit internal dalam rangka mendeteksi kecurangan, selama penugasan audit termasuk: 
  1. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang kecurangan dalam rangka mengidentifikasi indikasi-indikasi yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh anggota organisasi;
  2. Memiliki sensitivitas yang berkaitan dengan kemungkinan adanya kesempatan terjadinya kecurangan;
  3. Melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator yang mungkin dapat memberikan peluang terjadinya kecurangan dan menentukan apakah perlu diadakan investigasi lanjutan;
  4. Menentukan prediksi awal terjadinya suatu kecurangan; dan
  5. Melakukan penilaian kembali terhadap pelaksanaan pengendalian di lingkungan dimana terjadinya tindak kecurangan dan selanjutnya menentukan upaya untuk memperkuat pengendalian didalammya. 
Audit internal adalah suatu penilaian, yang dilakukan oleh pegawai perusahaan yang terlatih mengenai ketelitian, dapat dipercayainya, efisiensi, dan kegunaan catatan-catatan (akutansi) perusahaan, serta pengendalian intern yang terdapat dalam perusahaan. Tujuannya adalah untuk membantu pimpinan perusahaan atau manajemen dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran, dan komentar mengenai kegiatan yang di audit. Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor melakukan kegiatan-kegiatan berikut:
  1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian intern dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal;
  2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen;
  3. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan;
  4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya;
  5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen; dan
  6. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisensi dan efektifitas.


Pengaruh Struktur Audit Internal 


Penelitian (James, 2003 dalam Aisyah) menunjukkan bahwa pengguna menganggap departemen audit internal yang melapor pada manajemen senior kurang mampu memberikan perlindungan terhadap adanya kecurangan dalam pelaporan keuangan dibandingkan dengan departemen in house yang melapor secara langsung kepada komite audit dan tim audit internal yang di outsource yang melapor pada komite audit. Persepsi pengguna bahwa struktur pelaporan audit internal mempengaruhi kecenderungan pencegahan, pendeteksian dan pelaporan terhadap kecurangan disebabkan pelaporan audit internal kepada manajemen memungkinkan manajemen untuk membatasi ruang lingkup prosedur audit yang dilakukan. 

Hal ini menunjukkan perlunya objektivitas fungsi internal audit melalui struktur pelaporan yang lebih kuat, yakni dengan tanggung jawab pengawasan fungsi internal audit secara langsung oleh komite audit. Pengaturan pelaksana fungsi audit internal juga merupakan faktor yang cukup penting. Sarbanes Oxley Act melarang penugasan audit internal kepada kantor akuntan publik yang juga mengaudit laporan keuangan perusahaan tersebut, namun mengijinkan penugasan audit internal kepada kantor akuntan lainnya. 

Peningkatan keahlian audit melalui outsourcing ternyata tidak mempengaruhi kepercayaan terhadap fungsi audit internal karena tim audit eksternal dianggap tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang perusahaan secara mendalam seperti yang dimiliki departemen audit internal perusahaan tersebut. 

Hal lain yang banyak menjadi perhatian adalah tentang komposisi dewan direktur, khususnya terkait dengan keberadaan komite audit yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya kecurangan dalam pelaporan keuangan perusahaan. (Uzun, 2004 dalam Aisyah) juga mengemukakan bahwa struktur dewan direktur dan dewan komite mempengaruhi terjadinya kecurangan dalam perusahaan. Semakin tinggi proporsi direktur independen dari luar perusahaan, semakin kecil pula kecenderungan terjadinya kecurangan dalam perusahaan.


Tanggung Jawab Auditor Terhadap Fraud 


PSA 32 (SA 316.05, dalam Aisyah) menetapkan bahwa tanggung jawab auditor dalam kaitannya dengan kekeliruan (error) dan ketidakberesan (irregularities) adalah sebagai berikut: 
  1. Menentukan risiko bahwa suatu kekeliruan dan ketidakberesan kemungkinan menyebabkan laporan keuangan berisi salah saji material;
  2. Berdasarkan penentuan ini, auditor harus merancang auditnya untuk memberikan keyakinan memadai bagi pendeteksian kekeliruan dan ketidakberesan;
  3. Melaksanakan audit dengan seksama dan tingkat skeptisme professional yang semestinya dan menilai temuannya. 
Terdapat dugaan bahwa jika hal tersebut dilaksanakan, maka akan banyak salah saji material yang akan ditemukan. Namun dalam SA 316.08 (dalam Aisyah) disebutkan bahwa karena pendapat auditor atas laporan keuangan didasarkan pada konsep keyakinan memadai (reasonable assurance), maka laporan keuangan bukanlah suatu jaminan. Dengan demikian kegagalan mendeteksi salah saji material dalam laporan keuangan tidak dengan sendirinya menunjukkan audit tidak dilakukan sesuai dengan standar auditing. Kadang-kadang terjadi, bahwa walaupun audit telah dirancang dan dilaksanakan dengan seksama, namun tidak dapat mendeteksi adanya kecurangan apabila manajemen, karyawan dan pihak ketiga bersekongkol untuk menyesatkan auditor dengan membuat dokumen dan catatan palsu.

Auditor berkewajiban untuk mengkomunikasikan setiap ketidakberesan material yang ditemukan selama audit kepada komite audit. Pada dasarnya, auditor tidak berkewajiban untuk mengungkapkan ketidakberesan material yang ditemukan kepada pihak-pihak di luar klien. Kode etik akuntan yang disusun IAI (2009: 36) mengharuskan auditor untuk menjaga kerahasiaan kliennya. Biasanya auditor dapat mengungkapkan ketidakberesan hanya apabila hal itu berpengaruh terhadap pendapatnya atas laporan keuangan yang diperiksa. Namun dalam keadaan tertentu di bawah ini, auditor berkewajiban untuk mengungkapkan ketidakberesan yang diketahui dalam auditnya kepada pihak selain klien, yaitu:
  1. Jika menerima pertanyaan dari auditor pengganti sesuai dengan SA Seksi 315 (PSA no. 16), komunikasi antara auditor pendahulu dengan auditor pengganti. 
  2. Sebagai suatu jawaban atas permintaan pengadilan dalam suatu perkara pidana. 
Jika auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan mengandung salah saji karena adanya kekeliruan dan ketidakberesan, maka auditor harus mendesak manajemen klien untuk merevisi laporan keuangan tersebut. Apabila hal ini dipatuhi oleh manajemen, maka auditor bisa menerbitkan laporan bentuk baku dengan pendapat wajar tanpa pengecualian. Namun jika laporan keuangan tidak direvisi, maka auditor hanya dapat memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar. Jika klien menolak untuk menerima laporan audit yang telah dimodifikasi, maka auditor harus menarik diri dari penugasan dan mengkomunikasikan alasan penarikan dirinya kepada komite audit atau dewan komisaris atau pihak lain yang setara (Jusuf, 2001). 

Fraud dalam perusahaan sebenarnya merupakan tanggungjawab manajemen untuk mencegah dan menghalanginya dengan menyusun suatu lingkungan pengendalian yang positif dan aktivitas pengendalian yang memadai. Namun demikian sesuai harapan masyarakat terhadap peran auditor, sekaligus adanya kemungkinan manajemen melakukan fraud untuk kepentingan pribadinya, maka auditor mempunyai tanggungjawab untuk menemukan dan mengungkapkan kecurangan yang terjadi dalam perusahaan. Namun demikian tanggung jawab ini sebenarnya masih terbatas untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Oleh karena itu, perlu dibedakan antara audit laporan keuangan dan fraud audit. Penugasan audit laporan keuangan bertujuan untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Fraud audit dilakukan dalam penugasan terpisah dari audit atas laporan keuangan yang dilakukan sesuai dengan GAAS. Dalam fraud audit, seringkali telah terdapat dugaan terjadinya kecurangan atau suatu kecurangan memang telah ditemukan. Akuntan diberi penugasan untuk mengumpulkan bukti atau untuk bertindak sebagai saksi ahli dalam kaitannya dengan proses peradilan atas kecurangan tersebut. Auditor tidak diminta untuk memberikan opini mengenai laporan keuangan secara keseluruhan (Jane Mancino, 1997 dalam Halim, 2003)


Tujuan Audit Internal 


Hery (2010:39) mengemukakan tujuan dari audit internal adalah audit internal secara umum memiliki tujuan untuk membantu segenap anggota manajemen dalam menyelesaikan tanggung jawab mereka secara efektif, dengan memberi mereka analisis, penilaian, saran dan komentar yang objektif mengenai kegiatan atau hal-hal yang diperiksa. Untuk mencapai keseluruhan tujuan tersebut, maka auditor harus melakukan beberapa aktivitas sebagai berikut: 
  1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya dan penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian intern, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal;
  2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen;
  3. Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan;
  4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya;
  5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen; dan
  6. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisensi dan efektifitas.
Adapun aktivitas dari audit internal yang disebutkan di atas digolongkan kedalam dua macam, diantaranya:

a) Financial Auditing 
Kegiatan ini antara lain mencakup pengecekan atas kecermatan dan kebenaran segala data keuangan, mencegah terjadinya kesalahan atau fraud dan menjaga kekayaan perusahaan. 

b) Operational Auditing 
Kegiatan pemeriksaan ini lebih ditujukan pada operasional untuk dapat memberikan rekomendasi yang berupa perbaikan dalam cara kerja, sistem pengendalian dan sebagainya.

Peranan Audit Internal 


Mengingat pentingnya peran pengawasan terhadap tindak fraud, maka audit internal menjadi satu-satunya unit kerja yang paling tepat melakoninya. Karena itu, peran Audit Internal yang selama ini selalu berkaitan dengan urusan physical control harus sudah bergeser dari sekedar terkesan sebagai provoost perusahaan menjadi unit yang mampu berperan dalam pencegahan sekaligus pendeteksian fraud. Menurut Pusdiklatwas BPKP (2008:43) peran yang ideal bagi audit internal yaitu sebagai berikut: 
  1. Peran audit internal dalam pencegahan fraud; dan 
  2. Peran audit internal dalam pendeteksian fraud 
Audit internal dituntut untuk waspada terhadap setiap hal yang menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya fraud, yang mencakup: 
  1. Identifikasi titik-titik kritis terhadap kemungkinan terjadinya fraud; dan
  2. Penilaian terhadap sistem pengendalian yang ada, dimulai sejak lingkungan pengendalian hingga pemantauan terhadap penerapan sistem pengendalian. 
Seandainya terjadi fraud, audit internal bertanggung jawab untuk membantu manajemen mencegah fraud dengan melakukan pengujian dan evaluasi keandalan dan efektivitas dari pengendalian, seiring dengan potensi risiko terjadinya fraud dalam berbagai segmen. Tidak hanya manajemen puncak, audit internal juga harus mendapat sumber daya yang memadai dalam rangka memenuhi misinya untuk mencegah fraud. Tanggung jawab audit internal dalam rangka mendeteksi kecurangan, selama penugasan audit termasuk: 
  1. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang kecurangan, dalam rangka mengidentifikasi indikasi-indikasi yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh anggota organisasi; 
  2. Memiliki sensitivitas yang berkaitan dengan kemungkinan adanya kesempatan terjadinya kecurangan;
  3. Melakukan evaluasi terhadap indikator-indikator yang mungkin dapat memberikan peluang terjadinya kecurangan dan menentukan apakah perlu diadakan investigasi lanjutan;
  4. Menentukan prediksi awal terjadinya suatu kecurangan; dan 
  5. Melakukan penilaian kembali terhadap pelaksanaan pengendalian di lingkungan dimana terjadinya tindak kecurangan dan selanjutnya menentukan upaya untuk memperkuat pengendalian didalammya.

Sumber Pustaka Audit Internal :

  1. Agoes, Sukrisno. 2004. Auditing. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
  2. Aisyah, Mimin Nur. Peningkatan Peran Auditor dalam Pencegahan dan Pendeteksian Fraud. JPAI, Volume V No.1
  3. Amiruddin., Sri Sundari. Fraud: Bagaimana Mendeteksinya. 
  4. Association of Certified Fraud Examiners. (2010). Report to The Nation on Occupational Fraud and Abuse. ACFE 
  5. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Institute Internal Auditors (IIA). 2011. International Professional Practices Framework. USA: The Institute of Internal Auditors.
  6. Sawyer, B, Lawrence. Dittenhofer A. Mortimer., dan Scheiner H, James. 2006. Internal Auditing. Jakarta: Salemba Empat

No comments:

Post a Comment