Monday, February 2, 2015

Usaha-Usaha Meningkatkan Kesadaran Hukum

Pada umumnya orang berpendapat bahwa kesadaran warga masyarakat terhadap hukum yang tinggi mengakibatkan para warga masyarakat mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebaliknya, apabila kesadaran warga masyarakat terhadap hukum rendah, derajat kepatuhannya juga rendah. Pernyataan yang demikian berkaitan dengan fungsi hukum dalam masyarakat atau efektivitas dari pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum dalam masyarakat. Pernyataan yang lain adalah kesadaran masyarakat terhadap hukum mempunyai beberapa masalah di antaranya: apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar berfungsi atau tidak di dalam masyarakat. 
kesadaran hukum


Masalahnya adalah apakah kesadaran masyarakat tentang hukum sesederhana itu, sebagaimana yang diungkapkan di atas? Kiranya tidaklah demikian. Sebab, fungsi hukum amat tergantung pada efektivitas menanamkan hukum tadi, reaksi masyarakat dan jangka waktu untuk menanamkan hukum dimaksud. Misalnya, apabila ada peraturan perundang-undangan yang baru mengenai perpajakan maka pertama-tama yang perlu dilakukan adalah pengumuman melalui macam-macam alat mass media. Kemudian, perlu diambil jangka waktu tertentu untuk menelaah reaksi dari masyarakat. Apabila jangka waktu tersebut telah lampau, barulah diambil tindakan yang tegas terhadap para pelanggarnya. Bila cara tersebut ditempuh, warga masyarakat akan lebih menaruh respons terhadap hukum termasuk penegak dan pelaksanaannya.

Dengan demikian, masalah kesadaran hukum warga masyarakat sebenar-nya menyangkut faktor-faktor apakah suatu ketentuan hukum tertentu diketahui, dipahami, ditaati, dan dihargai? Apabila warga masyarakat hanya mengetahui adanya suatu ketentuan hukum, maka taraf kesadaran hukumnya lebih rendah dari mereka yang memahaminya, dan seterusnya. Hal itulah yang disebut legal consciousness atau knowledge and opinion about law. Hal-hal yang berkaitan dengan kesadaran hukum akan diuraikan sebagai berikut.

1. Pengetahuan Hukum

Bila suatu peraturan perundang-undangan telah diundangkan dan diterbitkan menurut prosedur yang sah dan resmi, maka secara yuridis peraturan perundang-undangan itu berlaku. Kemudian timbul asumsi bahwa setiap warga masyarakat dianggap mengetahui adanya undang-undang tersebut, misalnya Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Namun, asumsi tersebut tidaklah demikian kenyataannya.

Pengetahuan hukum masyarakat akan dapat diketahui bila diajukan seperangkat pertanyaan mengenai pengetahuan hukum tertentu. Pertanyaan dimaksud, dijawab oleh masyarakat itu dengan benar sehingga kita dapat mengatakan bahwa masyarakat itu sudah mempunyai pengetahuan hukum yang benar. Sebaliknya, bila pertanyaan-pertanyaan dimaksud tidak dijawab dengan benar, dapat dikatakan masyarakat itu belum atau kurang mempunyai penge¬tahuan hukum.

2. Pemahaman Hukum

Apabila pengetahuan hukum saja yang dimiliki oleh masyarakat, hal itu belumlah memadai, masih diperlukan pemahaman atas hukum yang berlaku. Melalui pemahaman hukum, masyarakat diharapkan memahami tujuan peraturan perundang-undangan serta manfaatnya bagi pihak-pihak yang kehidupannya diatur oleh peraturan perundang-undangan dimaksud.

Kalau ditelaah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, tidak semua kaidah yang tercantum di dalamnya dapat dimengerti, apalagi oleh masyarakat luas. Misalnya, ketentuan Pasal 11 ayat (2), harta yang dikenai zakat adalah :
  1. emas, perak, dan uang; 
  2. perdagangan dan perusahaan; 
  3. hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan; 
  4. hasil pertambangan;
  5. hasil peternakan;
  6. hasil pendapatan dan jasa;
  7. rikaz.
Sebagian besar warga masyarakat belum mengetahui sepenuhnya muatan Pasal 11 ayat (2) tersebut sehingga amat sulit menentukan kesadarannya untuk membayar zakat harta. Selain itu, lembaga amil zakat kurang transparan dalam hal penerimaan dan pemanfaatan zakat.

Pemahaman hukum masyarakat akan dapat diketahui bila diajukan seperangkat pertanyaan mengenai pemahaman hukum tertentu. Pertanyaan dimaksud, dijawab oleh masyarakat itu dengan benar sehingga kita dapat mengatakan bahwa masyarakat itu sudah mempunyai pemahaman hukum yang benar. Sebaliknya, bila pertanyaan-pertanyaan dimaksud tidak dijawab dengan benar, dapat dikatakan bahwa masyarakat itu belum memahami hukum.

3. Penaatan Hukum

Seorang warga masyarakat menaati hukum karena pelbagai sebab. Sebab-sebab dimaksud, dapat dicontohkan sebagai berikut.

  1. Takut karena sanksi negatif, apabila hukum dilanggar.
  2. Untuk menjaga hubungan baik dengan penguasa.
  3. Untuk menjaga hubungan baik dengan rekan-rekan sesamanya.
  4. Karena hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai yang dianut.
  5. Kepentingannya terjamin.
Secara teoretis, faktor keempat merupakan hal yang paling baik. Hal itu disebabkan pada faktor pertama, kedua, dan ketiga, penerapan hukum senantiasa harus diawasi oleh petugas-petugas tertentu, agar hukum itu benar-benar ditaati di dalam kenyataannya. Dalam hal ini, seyogianya ada suatu penelitian yang mendalam mengenai derajat ketaatan terhadap Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999.

4. Pengharapan terhadap Hukum

Suatu norma hukum akan dihargai oleh warga masyarakat apabila ia telah mengetahui, memahami, dan menaatinya. Artinya, dia benar-benar dapat merasakan bahwa hukum tersebut menghasilkan ketertiban serta ketenteraman dalam dirinya. Hukum tidak hanya berkaitan dengan segi lahiriah dari manusia, akan tetapi juga dari segi batiniah.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 ten tang Pengelolaan Zakat berkaitan dengan rukun Islam yang dapat menenteramkan batin bagi yang melaksanakannya dan dapat membantu memenuhi kebutuhan mendesak bagi yang menerimanya. Oleh karena itu, perlu diungkapkan bahwa status hukum zakat merupakan ibadah wajib yang termasuk rukun Islam yang ketiga. Perintah zakat yang terdapat dalam Al-Qur’an sebanyak 30 ayat atau tempat dan 28 kali perintah itu bergandengan dengan perintah salat.

Zakat sebagai ibadah wajib kepada Allah, mencerminkan hubungan manusia sebagai hamba, dengan Tuhan sebagai Pencipta yang menetapkan kewajiban zakat terhadap orang yang memiliki harta kekayaan. Lembaga zakat mencerminkan nilai-nilai keislaman dan ketakwaan bagi orang yang memiliki kewajiban untuk menunaikannya. Zakat merupakan salah satu tolok ukur dalam mengetahui tingkat ketakwaan seseorang di samping memiliki fungsi kemasyarakatan.

Menurut H. Muhammad Daud Ali, fungsi kemasyarakatan yang terdapat dalam zakat, ialah (1) mengangkat derajat fakir - miskin dan membantunya dari kesulitan hidup serta penderitaan; (2) membantu memecahkan masalah yang dihadapi oleh para gharimin, ibnu sabil, dan mustahik lainnya; (3) membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya; (4) menghilangkan sifat kikir dan sifat loba bagi pemilik harta; (5) membersihkan diri dari sifat dengki dan iri (kecemburuan sosial) dalam arti orang-orang miskin; (6) menjembatani jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin dalam suatu masyarakat; (7) mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada mereka yang memiliki harta kekayaan; (8) mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya; (9) sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mewujudkan keadilan sosial.

Berdasarkan fungsi zakat yang telah diuraikan di atas, baik fungsinya sebagai ibadah wajib kepada Tuhan maupun fungsinya dalam masyarakat, dapat diketahui bahwa ditetapkannya zakat sebagai rukun Islam, mengandung hikmah: hikmah bagi pemberi, hikmah bagi penerima, hikmah bagi pemberi dan penerima, dan hikmah bagi harta itu sendiri.

5. Peningkatan Kesadaran Hukum

Peningkatan kesadaran hukum seyogianya dilakukan melalui penerangan dan penyuluhan hukum yang teratur atas dasar perencanaan yang mantap. Penyuluhan hukum bertujuan agar warga masyarakat mengetahui dan memahami hukum-hukum tertentu, misalnya peraturan perundang-undangan tertentu mengenai zakat, pajak, dan seterusnya. Peraturan dimaksud, dijelaskan melalui penerangan dan penyuluhan hukum, mungkin hanya perlu dijelaskan pasal-pasal tertentu dari suatu peraturan perundang-undangan, agar masyarakat merasakan manfaatnya. Penerangan dan penyuluhan hukum harus disesuaikan dengan masalah-masalah hukum yang ada dalam masyarakat pada suatu waktu yang menjadi sasaran penyuluhan hukum.

Penyuluhan hukum merupakan tahap selanjutnya dari penerangan hukum. Tujuan utama dari penerangan dan penyuluhan hukum adalah agar warga masyarakat memahami hukum-hukum tertentu, sesuai masalah-masalah hukum yang sedang dihadapi pada suatu saat. Penyuluhan hukum harus berisikan hak dan kewajiban di bidang-bidang tertentu, serta manfaatnya bila hukum dimaksud ditaati.

Penerangan dan penyuluhan hukum menjadi tugas dari kalangan hukum pada umumnya, dan khususnya mereka yang mungkin secara langsung berhubungan dengan warga masyarakat, yaitu petugas hukum. Yang disebutkan terakhir ini harus diberikan pendidikan khusus, supaya mampu memberikan penerangan dan penyuluhan hukum. Jangan sampai terjadi petugas-petugas itulah yang justru memanfaatkan hukum untuk kepentingan pribadi, dengan jalan menakut-nakuti warga masyarakat yang awam terhadap hukum.



Sumber : Zainuddin, Ali, M.A, 2005. Sosiologi Hukum. Sinar Grafika, Jakarta

No comments:

Post a Comment