Thursday, February 12, 2015

Sindrom Pre Menstruasi

Pendahuluan

Sindrom Pre Menstruasi
Sindrom pre menstruasi (PMS) telah menjadi topik kajian dan sering menjadi kontroversi sejak ditemukan pada tahun 1931. Lebih dari 80 penanganan PMS telah diusulkan hingga kini, namun belum ada konsensus yang jelas terhadap sindrom ini. Bahkan etiologi dari PMS juga belum benar-benar dipastikan wanita yang mengalami gejala ini sering tidak mengetahui apakah harus berkonsultasi pada ahli ginekologi atau psikiatri, terutama jika gejala utamanya berhubungan dengan gangguan mood.

Pada kebanyakan wanita yang mengalami PMS, dapat terjadi gangguan pada fisik dan jiwanya Seorang wanita bisa kehilangan pekerjaan, begitu juga hubungan personalnya oleh karena sindrom ini. Tidaklah jarang keluarga turut mengalami dampaknya. Komunikasi antara suami dan istri menjadi tidak lancar, bahkan anak-anak turut mengalami kebingungan. Hal ini akan memberi dampak yang buruk pada wanita yang mengalami PMS, dimana bisa mengalami konsekuensi yang besar dalam hidupnya dengan terjadinya penceraian, impian yang tidak tercapai dan hidup yang berantakan.

Hingga saat ini, keluhan akibat PMS umumnya terdapat pada pikiran setiap wanita Secara umum, PMS telah dikenal nyata, bisa ditangani dan secara spesifik berhubungan dengan faktor-faktor yang terkontrol. Penanganan yang tepat haruslah dilakukan dalam menangani dan memonitor PMS ini.

Definisi sindrom pre menstruasi menurut Tenth Revision of International Classification of Disease (ICD-10) adalah kumpulan gejala fisik, psikologis dan emosi yang berhubungan dengan siklus menstruasi, yang tidak disebabkan oleh penyakit organik, yang secara teratur berulang selama fase siklus yang banyak mengalami regresi atau menghilang selama waktu haid yang tersisa. PMS berat disebut Premenstrual Disphorik Disorder (PMDD) yang ditandai dengan adanya rasa marah, ketidakselarasan dan tekanan internal pada perasaan.

Epidemiologi

Insiden atau angka kejadian dari sindrom premenstruasi adalah sekitar 80%. Studi epidemiologj menunjukkan kurang lebih 20% dari wanita usia reproduksi mengalami gejala PMS sedang sampai berat Dan sekitar 3-8% pula diantaranya mengalami gejala PMDD.

Etiologi

Penyebab utama PMS hingga kini masih belum jelas. Penyebab PMS tidak hanya disebabkan oleh pada faktor tunggal saja. Genetika, lingkungan dan psikologi merupakan faktor penting pada gangguan mood dan pengaruh hormonal. Diperkirakan siklus progesteron endogen yang diproduksi pada fase luteal berperan pada munculnya gejala pada wanita. Walaupun tidak ada perbedaan kadar progesteron yang ditemukan pada wanita yang mengalami PMS dan wanita yang tidak mengalaminya. Dihipotesiskan bahwa mekanisme meningkatnya sensitifitas ini berhubungan dengan faktor neuroendokrin yang abnormal dan banyak bukti ditemukan terjadi disregulasi dari metabolisme serotonia.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan, mendapatkan data yang dapat mendukung teori dari defisiensi progesteron, ketidakseimbangan antara estrogen/ progesteron atau kelebihan dari estrogen. Konsensus serum steroid ovary adalah normal pada penderita, dan interaksi kadar steroid ovary yang meningkat atau metabolitnya bersama sistem neurotransmitter dalam otak adalah secara langsung relevan pada pathogenesis dari PMS. Ini dipercaya menyebabkan wanita lebih sensitif pada kadar fisiologi dari progesteron. 

Selain itu, penyebab-penyebab lain adalah seperti 
  • Jumlah prolaktin yang terlalu banyak yang dapat mengganggu keseimbangan mekanisme tubuh yang mengontrol produksi hormon estrogen dan progesteron.
  • Kelebihan atau defisiensi kortisol dan androgen
  • Kelebihan hormon anti dieresis
  • Abnormalitas sekresi opiate endogen atau melatonin
  • Defisiensi vitamin A, B1, B6 atau mineral, seperti magnesium
  • Hipoglikemia reaktif
  • Stress dan masalah emosional seperti depresi
  • Masalah sosial
  • Gaya hidup yang kurang sehat seperti kurangnya olahraga, diet tinggi gula, konsumsi garam yang tinggi, minuman alkohol dan konsumsi kafein yang tinggi.

Beberapa faktor resiko yang meningkatkan terjadinya sindrom pre menstruasi adalah
  • Wanita yang pernah melahirkan
  • Wanita yang sudah menikah
  • Usia yang semakin tua (antara 30 – 40 tahun)
  • Stres
  • Mempunyai riwayat depresi (baik depresi pasca melahirkan)
  • Faktor diet
  • Kekurangan zat gizi seperti kurangnya vitamin B6, vitamin C, E dan mineral seperti magnesium, zat besi dan asam lemak linoleat
  • Kebiasaan merokok dan minum alkohol
  • Kurang olahraga.


Gejala klinis

Gejala yang dapat terjadi pada PMS sangatlah bervariasi, dan secara umumnya dibagi menjadi 2, yaitu gejala fisik dan gejala perilaku. Pada gejala fisik, perut kembung merupakan gejala tersering, dimana terjadi 90% pada wanita dengan sindrom ini. Nyeri payudara dan sakit kepala juga sering terjadi, yaitu sekitar 50% dari kasus yang terjadi. Gejala fisik lain yang dapat ditemukan adalah kejang atau bengkak pada kaki, nyeri panggul, hilang koordinasi, konstipasi atau diare dan hidung yang tersumbat.

Sedangkan gejala perilaku umumnya adalah merasa lemah yang terjadi lebih dari 90% penderita. Selain itu, penderita sering mengeluh . irritabilitas, tegang, perasaan tertekan atau labil (80%), peningkatan nafsu makan (70%), sering lupa dan sulit berkonsentrasi (50%). Gejala lain yang dapat ditemukan adalah perasaan cemas, suka menangis, sifat agresif atau memberontak, tidak bisa tidur, suka marah, paranoid, perubahan dorongan seksual, merasa tidak aman, pikiran bunuh diri, keinginan menyendiri dan perasaan bersalah.

Gejala-gejala lain yang sering ditemukan termasuklah jerawat yang timbul, oversensitifitas pada stimuli dari lingkungan, kepanasan, palpitasi dan pusing yang terjadi pada 15-20% dari penderita. Gejala-gejala ini harus hanya berlaku pada fase luteal.

Diagnosis

Tidak ada pemeriksaan yang obyektif (fisik, biokimia atau endokrin) yang dapat membantu menegakkan diagnosis PMS. Catalan mengenai gejala prospektif yang lengkap sangat diperlukan. Ini karena terdapat sebagian kasus retrospektif yang dilaporkan tidak akurat, dan sebagian besar wanita yang mengalami PMS turut mengalami masalah yang lain seperti perimenopause, gangguan tiroid, migrain, sindrom kelelahan yang kronis, anemia, endometriosis, kecanduan alkohol atau obat, gangguan menstruasi termasuk juga gangguan psikiatri seperti depresi, gangguan panik, gangguan kepribadian dan gangguan kecemasan.

Dilakukan konfirmasi bahwa gejala menghilang saat fase menstruasi tiba dan juga beberapa gejala tersebut mempengaruhi kegiatan rutin pasien. Dibutuhkan instrumen yang dapat menghitung dengan valid yaitu kalender premenstrual (COPE) dan formulir tingkat beratnya gejala harian. PMS ditandi dengan adanya pola yang konsisten dari hilangnya gejala saat fase folikuler. 

Kriteria untuk diagnosa PMDD, menggunakan kriteria dari DSM-IV (1994), adalah seperti berikut:
Dalam siklus menstruasi terdapat lima (atau lebih) gejala berikut ini dengan salah satu gejala diantara nya: 
  1. Ditandai dengan depresi suasana hati, perasaan putus asa, atau pikiran mencela diri sendiri pikiran
  2. Ditandai dengan kecemasan, ketegangan, atau perasaan menjadi "tegang"
  3. Ditandai afektif yang labil (misalnya, tiba-tiba merasa sedih atau menangis atau meningkatnya sensitifitas terhadap penolakan)
  4. Mudah marah atau konflik internal meningkat
  5. Penurunan minat pada aktivitas yang biasa (misalnya, pekerjaan, sekolah, teman, hobi)
  6. Sulit dalam berkonsentrasi
  7. Lesu, mudah lelah atau ditandai kurangnya energi
  8. Perubahan dalam nafsu makan, makan berlebihan, atau mengidam makanan tertentu
  9. Hipersomnia atau insomnia
  10. Rasa subjektif menjadi kewalahan atau di luar kendali 
  11. Gejala fisik lainnya, seperti nyeri payudara atau pembengkakan, sakit kepala, nyeri sendi atau otot, sensasi "kembung", peningkatan berat badan 


Sumber:

  1. Moline M.L, Zendell S.M In : Evaluating and Managing Premenstrual Syndrome, Medscape general Medicine; 2000. 
  2. O'Brien P.M.S. Premenstrual Syndrome In : Edmonds D.K (editor) Dewhurst's Textbook of Obstetrics & Gynecology 7th edition, Blackwell Publishing : London; 2006. p. 408-13
  3. Premenstrual Syndrome and Premenstrual dysphoric Disorder In : Chan P.D, Johnson S.M. (editors) Current Clinical Strategies Gynecology and Obstetrics 2004 edition, Current Clinical Strategies Publishing : USA; 2004. p. 36-9
  4. Anonymous, In : Premenstrual Syndrome (PMS) Part 1, June 8th 2010 
  5. American College of Obstetricians & Gynecologist In : Premenstrual Syndrome. The American Congress of Obstetricians and Gynecologist : Washington D.C; 2010.
  6. Storck S, Zieve D (editors) In : Premenstrual Syndrome, A.D.A.M Inc : Washington; 2011. 



No comments:

Post a Comment