Thursday, February 26, 2015

Pengertian Pajak Pertambahan Nilai

Defenisi Pajak


Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara perlu megetahui hak dan kewajibannya kepada Negara. Membayar pajak merupakan salah satu kewajiban warga Negara di dalam turut serta memelihara kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. 

Adapun definisi pajak secara resmi yang dimuat dalam UU No.28 Tahun 2007 adalah “ Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebenar-benarnya kemakmuran rakyat “. 

Untuk menegaskan pengertian pajak, maka berikut ini disampaikan definisi pajak menurut beberapa para ahli :

Menurut Andriani dalam Brotodiharjo, (1991:2) 

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara menyelenggarakan pemerintahan".

Menurut Soemitro (1990:5) 

"Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum". 

Dari 2 (dua) pengertian pajak yang disebutkan diatas, dapat ditarik kesimpulan, terdapat 5 unsur dalam pengertian pajak:
  1. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang,
  2. Sifatnya dapat dipaksakan,
  3. Tidak ada kontraprestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak,
  4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
  5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah baik pembangunan maupun rutin.

Perhitungan pajak merupakan dasar bagi laporan akuntansi yang nantinya akan memberikan informasi yang diperlukan dalam rangka kewajiban penyelenggaraan pembukuan dalam melaksanakan peraturan perpajakan sedangkan pelaporan pajak merupakan kewajiban setiap Wajib Pajak kepada negara yang merupakan dasar untuk memungut pajak yang terutang.


Pengertian Pajak Pertambahan Nilai


Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan Nilai, sehingga setiap orang dapat secara bebas memberikan defenisi mengenai pajak tersebut.

Pajak Pertambahan Nilai menurut Sukardji (2000 : 22)

“Pengenaan pajak atas pengeluaran untuk konsumsi baik yang dilakukan perseorangan maupun badan baik  badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara”. 

Berdasarkan objek yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai adalah konsumsi barang dan jasa, maka Pajak Pertambahan Nilai secara bebas dapat diartikan pajak yang dikenakan atas pertambahan nilai suatu barang atau jasa. Secara matematis pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang atau jasa dapat dihitung dari nilai/harga penjualan dikurangi nilai/harga pembelian, sehingga salah satu unsur pertambahan nilai atau nilai tambah suatu barang atau jasa adalah laba yang diharapkan.


Objek Pajak Pertambahan Nilai


Menurut UU No.42 tahun 2009 objek pajak pertambahan nilai dikenakan atas beberapa hal, yaitu :
  1. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  2. Impor barang kena jasa
  3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
  4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
  5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
  6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh pengusaha kena pajak.
  7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak.
  8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

Subjek Pajak Pertambahan Nilai


Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP / JKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM, tidak termasuk Pengusaha kecil. Pengusaha dikatakan sebagai PKP apabila melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp.4,8 M, dalam satu tahun, termasuk Pengusaha Kena Pajak antara lain:
  1. Pabrikan atau produsen,
  2. Importir,
  3. Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan atau importir,
  4. Agen utama dan penyalur utama pabrikan atau importir,
  5. Pemegang hak paten atau merek dagang barang kena pajak,
  6. Pedagang besar (distributor),
  7. Pengusaha yang melakukan hubungan penyerahan barang,
  8. Pedagang eceran (peritel).
Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Pengusaha kecil adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP / JKP dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp.4,8 M dalam satu tahun. Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya Pengusaha Kena Pajak.

Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan BKP /JKP.

Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri.

Dasar Pengenaan Pajak


Menurut Mardiasmo (2002 : 215) untuk menghitung besarnya pajak yang terutang adalah “ adanya dasar pengenaan pajak (DPP)”. Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, dan Nilai Impor adalah:
  1. Harga jual, ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP/JKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantum dalam faktur pajak.
  2. Penggantian, ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam faktur pajak.
  3. Nilai ekspor, ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB),
  4. Nilai impor, ialah berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk Impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM.

Tarif Pajak Pertambahan Nilai


Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen).
Tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku atas penyerahan BKP/JKP adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tarif yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Tarif PPN atas Ekspor BKP sebesar 0% (nol persen).
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP/JKP di dalam daerah pabean. Oleh karena itu, barang/jasa kena pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar daerah pabean, dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dengan tarif 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan.


Saat Terutangnya Pajak Pertambahan Nilai


Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai pada dasarnya menganut prinsip akrual, artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan BKP/JKP atau pada saat impor barang kena pajak, meskipun atas penyerahan tersebut belum atau belum sepenuhnya diterima pembayarannya. Apabila pembayaran diterima sebelum penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak, maka terutangnya pajak terjadi pada saat penerimaan pembayaran. Secara lebih rinci, terutangnya pajak sebagai berikut:
  1. Terutangnya pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya merupakan barang bergerak terjadi pada saat barang kena pajak tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli, atau pada saat BKP diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha jasa angkutan,
  2. Terutangnya pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya merupakan barang tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP tersebut, baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli,
  3. Terutangnya pajak atas penyerahan BKP tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, adalah pada saat yang terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa dibawah ini:
  • Saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud dinyatakan sebagai piutang oleh Pengusaha Kena Pajak,
  • Saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud ditagih oleh Pengusaha Kena Pajak,
  • Saat harga penyerahan barang kena pajak tidak berwujud diterima pembayarannya, baik sebagian atau seluruhnya oleh Pengusaha Kena Pajak,
  • Saat ditandatanganinya kontrak atau perjanjian oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal saat-saat sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf c tidak diketahui.
  • Terutangnya pajak atas penyerahan JKP, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau seluruhnya.
  • Terutangnya pajak atas impor BKP, terjadi pada saat BKP tersebut dimasukkan ke dalam daerah pabean. Terutangnya pajak atas ekspor BKP, terjadi pada saat BKP tersebut dikeluarkan dari daerah pabean.
  • Terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan dan atas persediaan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, terjadi pada:
  1. Saat ditandatanganinya akta pembubaran
  2. Saat diketahuinya bahwa perusahaan twersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan.
  3. Saat diketahuinya bahwa perusahaan tersebut telah bubar berdasarkan data atau dokumen yang ada.

Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai


Mekanisme PPN menurut Muljono dan Tunggal ( 2001 : 14 ) sebagai berikut:

  1. Setiap PKP menyerahkan BKP / JKP diwajibkan membuat faktur pajak untuk memungut pajak yang terutang. Pajak yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran,
  2. Pada saat Pengusaha Kena Pajak tersebut di atas membeli BKP atau menerima JKP dari Pengusaha Kena Pajak lain, juga membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan,
  3. Pada akhir masa pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak Keluaran lebih besar daripada jumlah Pajak Masukan, maka kekurangannya dibayar ke Kas Negara selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya.
  4. Pada akhir masa pajak, setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk melaporkan pemungutan dan pembayaran pajak yang terutang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya akhir bulan berikutnya.

No comments:

Post a Comment