Tuesday, February 24, 2015

Sasaran Pokok Pembangunan

Sasaran Pokok Pembangunan
Dalam penyusunan rencana pembangunan selalu ditentukan berbagai sasaran pokok yang ingin dicapai. Salah satu cerminan keberhasilan pembangunan adalah peningkatan perekonomian masyarakat yang biasanya diindikasikan oleh pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita. Dalam menentukan pertumbuhan ekonomi, indikator yang digunakan adalah produk domestik bruto (PDB).



Perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB)


PDB adalah ukuran dasar kegiatan ekonomi yang merupakan nilai dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan suatu perekonomian dalam periode tertentu, biasanya triwulanan atau tahunan. Perhitungan PDB dapat dilakukan dengan tiga pendekatan:

Pendekatan produksi

PDB merupakan penjumlahan dari seluruh nilai tambah bruto dari kegiatan ekonomi, atau selisih antara nilai produksi (output) dan nilai seluruh barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi tersebut (input antara).

Jadi : PDB = ƩNTB

di mana Ʃ NTB adalah jumlah nilai tambah bruto seluruh sektor ekonomi.

Pendekatan pendapatan

PDB merupakan penjumlahan dari pendapatan yang dihasilkan oleh rumah tangga produksi.

PDB = W + OS + TSP di mana:
W   = kompensasi pekerja, terdiri dari: upah, gaji, dan biaya tenaga kerja lainnya.
OS   = Surplus operasi perusahaan bruto, terdiri dari: keuntungan, sewa, bunga, dan depresiasi.
TSP = pajak produksi dikurangi subsidi

Pendekatan pengeluaran

PDB merupakan penjumlahan dari penggunaan akhir. PDB = Cp + Cg +1p +1g + (X-M)
di mana:

C = konsumsi akhir rumah tangga
C = konsumsi akhir pemerintah
I = investasi rumah tangga
I = investasi pemerintah
X = ekspor barang dan jasa
M = impor barang dan jasa

Investasi merupakan penjumlahan dari pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok.


Beberapa Agregat Ekonomi Lainnya


Selain PDB yang menggambarkan seberapa besar kemajuan ekonomi yang telah dicapai oleh suatu daerah, terdapat beberapa besaran ekonomi lainnya yang dapat digunakan untuk perhitungan kepentingan lebih lanjut, diantaranya adalah berapa, besar investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi tertentu?; bagaimana investasi tersebut dibiayai?; serta bagaimana sumber-sumber pembiayaan tersebut diperoleh?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, berikut akan dimulai dari pengembangan lebih lanjut dari PDB. Mengingat PDB hanya dihitung berdasarkan produksi domestik, maka tidak sepenuhnya mencakup pendapatan perekonomian dari seluruh sumber yang akan berpengaruh terhadap permintaan agregat. Oleh karena itu, dalam system of national accounts (SNA) didefinisikan dua pendapatan agregat lainnya: pendapatan nasional bruto (PNB) dan pendapatan nasional (PND/gross national disposable income). Kedua definisi tersebut berbasis nasional bukan domestik karena tidak mencakup pendapatan yang dihasilkan secara lokal namun dibayar kepada non-residen dan mencakup pendapatan yang dihasilkan di luar negeri namun dibayarkan kepada residen.

Pendapatan Nasional Bruto (PNB)

Karena PDB mengukur. output akhir yang dihasilkan oleh residen, maka pendapatan yang diterima dari atau yang dibayarkan kepada non-residen tidak dihitung. Hal inilah yang dipertimbangkan dalam perhitungan PNB. Selanjutnya, PNB juga mencakup net factor income from abroad (NFIA). Jadi, PNB adalah PDB dikurangi pendapatan atas faktor yang dibayarkan kepada non-residen ditambah pendapatan atas faktor yang diterima dari non-residen. Pendapatan atas faktor tersebut meliputi: (i) pendapatan atas modal seperti: pembayaran dividen dari investasi langsung serta pembayaran bunga kredit dan pinjaman; (ii) pendapatan tenaga kerja dari para migran dan pekerja musiman; dan (iii) pendapatan atas jasa untuk sewa tanah, bangunan, serta royalti.

PNB = PDB + NFIA

Pendapatan nasional disposabel (PND)
Total pendapatan yang tersedia bagi residen untuk digunakan sebagai konsumsi akhir ataupun tabungan disebut sebagai pendapatan nasional disposabel (gross national disposable income). PND diperoleh dengan menjumlahkan PNB dengan transfer berjalan bersih (net current transfer) yang diterima dari luar negeri (TRf).

Transfer berjalan bersih adalah transfer berjalan yang diterima dari penduduk non-residen sehingga tidak berhubungan dengan pendapatan yang diterima oleh faktor produksi serta dikurangi dengan transfer tertentu dari luar negeri. Transfer ini dapat berupa transfer rumah tangga seperti pendapatan pekerja ataupun pemerintah seperti hibah.

Tabungan nasional bruto (S)

Tabungan nasional bruto didefinisikan sebagai selisih dari PND dan konsumsi akhir (C = Cp + Cg ). Jadi:

S = PND – C 


Keterkaitan Antar Indikator


Kerangka perhitungan pendapatan nasional menghasilkan dua hubungan penting yang menjadi inti dari analisis ekonomi makro. Hubungan ini dikembangkan dari persamaan identitas yang menghubungkan antara PDB dengan komponen sisi pengeluaran.

Hubungan antara pendapatan nasional dan neraca pembayaran dapat diturunkan dari persamaan identitas PDB, PNB, dan PND. Transaksi berjalan (TB) adalah identik dengan selisih (gap) antara PND dan penyerapan domestik (A), atau

 PND – A = TB

Persamaan diatas dapat diinterpretasikan bahwa defisit transaksi berjalan dapat terjadi jika suatu negara melakukan pengeluaran melebihi kekayaannya atau menyerap melebihi apa yang dapat diproduksi. Dengan kata lain, defisit transaksi berjalan merupakan pencerminan dari kelebihan penyerapan (pengeluaran) terhadap pendapatan. Oleh karena itu, untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dapat melalui peningkatan pendapatan atau pengurangan permintaan domestik. Peningkatan output, yang berarti pendapatan akan meningkat, dalam jangka pendek berarti harus mendayagunakan kapasitas produksi yang tidak terpakai sedangkan dalam jangka menengah harus melalui kebijakan struktural. Sedangkan permintaan domestik dapat dikurangi melalui pengendalian konsumsi akhir dan atau investasi (I).

PDB = Cp + Cg + Ip + Ig + (X-M)
PNB = PDB + Yf = Cp + Cg + Ip + Ig + (X – M + Yf)
= A + (X – M + Yf)
PND = PNB + TRf
                = A + (X – M + Y f + TRf )
PND – A = X – M + Yf + TRf
PND – A = transaksi berjalan (TB)

Karena

PND – C = S
PND – C = 1 + X –M + Yf + TRf = S

Maka

S – 1 = X – M + Yf + TRf = TB, atau
(Sp+Sg) - (Ip+Ig) = TB
(Sp-Ip) + (Sg-lg) = IB

Persamaan terakhir memperlihatkan bahwa:

Gap tabungan investasi sektor swasta +Gap tabungan inves¬tasi sektor pemerintah = transaksi berjalan

Di mana:

A = permintaan domestik
X = ekspor barang dan jasa nonfactor
M =  impor barang dan jasa nonfactor
Yf = pendapatan neto luar negeri
TRf = transfer neto luar negeri
C =  konsumsi akhir
I =  investasi (termasuk perubahan stok)
S = tabungan nasional bruto
p =  sektor swasta (rumah tangga)
g = pemerintah

Persamaan terakhir memperlihatkan adanya keterkaitan antara (i) gap tabungan-investasi sektor swasta; (ii) posisi surplus/defisit sektor pemerintah; (iii) transaksi berjalan pada neraca pembayaran. Persamaan tersebut menggambarkan adanya peran yang berbeda antara sektor swasta dan pemerintah dalam ketidakseimbangan transaksi berjalan.

Secara ringkas keterkaitan antara sektor swasta, pemerintah, dan transaksi berjalan dapat digambarkan sebagai berikut:
Keseimbangan Sektoral
Swasta
Pemerintah
Transaksi Berjalan
1.      (Sp – Ip) > 0
(Sg – Ig) < 0
TB < 0 jika | (Sg – IG) | > | (Sp – Ip) |
2.      (Sp – Ip) < 0
(Sg – Ig) < 0
TB < 0
3.      (Sp – Ip) < 0
(Sg – Ig) > 0
TB < 0 jika | (Sp – Ip) | > | (Sg – Ig) |


Keadaan pertama, adalah keadaan normal di banyak negara yang sedang melakukan program penyesuaian (adjustment program), seperti halnya Indonesia. Defisit keuangan negara merupakan sumber terjadinya defisit transaksi berjalan; ini biasa dikenal dengan defisit kembar ("twin deficits"). Oleh karena itu, pengurangan defisit transaksi berjalan mengharuskan dilakukan penyesuaian terhadap keuangan negara, yaitu dengan pengurangan defisit (meningkatkan penerimaan atau pengetatan pengeluaran).

Keadaan kedua, defisit transaksi berjalan disebabkan oleh keduanya yaitu defisit keuangan negara serta kekurangan tabungan swasta untuk membiayai investasinya.

Keadaan ketiga, mengindikasikan terjadinya defisit transaksi berjalan dengan keadaan surplus pada keuangan negara namun defisit pada sektor swasta. Kebijakan yang ditempuh akan berbeda apabila defisit tersebut disebabkan oleh boom investasi swasta yang dibiayai oleh arus modal masuk dengan terjadinya boom konsumsi swasta yang-mencerminkan berkurangnya tabungan swasta.

Yang terpenting adalah bagaimana menjaga agar defisit transaksi berjalan tetap dalam batas yang aman, yaitu tidak mengganggu keseimbangan eksternal. Defisit itu harus ditutup dengan neraca modal yang pada gilirannya akan membutuhkan devisa, baik untuk pembayaran bunga dan pokok utang maupun deviden. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan batas yang aman dari besarnya defisit tersebut sehingga tidak akan menguras cadangan devisa yang ada. Di sisi lain keinginan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga merupakan hal yang wajar mengingat sebagai negara berkembang persoalan kemiskinan dan pengangguran harus secara bertahap diselesaikan agar tidak timbul gejolak sosial. Ini jelas membutuhkan investasi yang tidak sedikit, baik oleh sektor swasta maupun pemerintah.


No comments:

Post a Comment