Sunday, February 15, 2015

Fungsi Hukum Dalam Kependudukan Berkaitan Dengan Masalah Ketenagakerjaan

Latar Belakang


Fungsi Hukum Dalam Kependudukan Berkaitan Dengan Masalah Ketenagakerjaan
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, jumlah penduduk Indonesia mencapai 206,3 juta jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini akan bertambah terus mencapai 248,2 juta jiwa pada tahun 2015. Dari segi jumlah penduduk yang besar itu, indonesia termasuk pada kelompok 4 (empat) besar negara yang berpenduduk paling banyak di dunia setelah Cina, India, Dan Amerika Serikat. Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya terlebih pada negara - negara yang memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Jumlah penduduk yang besar sangat rentan terhadap masalah ketenagakerjaan misalnya adalah pengangguran, perusahaan yang tidak memenuhi hak-hak pekerjanya,  

Penduduk merupakan sumber penawaran tenaga kerja. Semakin banyaknya jumlah penduduk maka akan mempengaruhi jumlah angkatan kerja sebab setelah dewasa, sebagian besar orang merasa harus mempunyai penghasilan sendiri dan tidak bergantung kepada orang lain. Namun sayangnya lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. 

Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang. 

Permasalahan pengangguran dan setengah pengguran ini merupakan persoalan serius karena dapat menyebabkan tingkat pendapatan Nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak mencapai potensi maksimal. Untuk itu perlu adanya upaya untuk menanggulangi masalah ketenagakerjaan yang berkaitan dengan banyaknya jumlah pengangguran.

Faktor-faktor Peyebab Terjadinya Masalah Ketenagakerjaan Di Indonesia


Penduduk disuatu Negara mengonsumsi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi hanya sebagian dari mereka yang secara langsung terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan memproduksi barang dan jasa tersebut. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan penduduk untuk bersaing memperoleh pekerjaan. Di Zaman sekarang Perusahaan rata-rata menetapkan standar yang sangat tinggi dalam membuka kesempatan kerja. Namun, banyak dari orang-orang yang sudah bekerja sekalipun merasa adanya ketidaksesuaian antara beban kerja dan upah yang diterima yang pada akhirnya akan menimbulkan masalah dalam ketenagakerjaan. Banyak berbagai problem yang menyangkut ketenagakerjaan ini yang masih belum terselesaikan dengan baik. Berikut ini adalah beberapa faktor penyebab terjadinya masalah ketenagakerjaan, yaitu :

  1. Pendapatan. Salah satu problem yang langsung menyentuh kaum pekerja adalah rendahnya atau tidak sesuainya pendapatan (gaji) yang diperoleh dengan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya. Faktor ini , yakni kebutuhan hidup semakin meningkat, sementara gaji yang diterima relatif tetap, menjadi salah satu pendorong gerak protes kaum pekerja. Ketika para pekerja hanya memiliki sumber pendapatan berupa gaji (upah), maka pencapaikan kesejahteraan bergantung pada kemampuan gaji dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dalam kenyataanya, jumlah gaji relatif tetap, sementara itu kebutuhan hidup selalu bertambah (adanya bencana, sakit, sekolah, tambah anak, harga barang naik, listrik, telepon, biaya transportasi, dan lain-lain.) Hal ini menyebabkan kualitas kesejahteraan rakyat semakin rendah.
  2. Pemutusan Hubungan Kerja. Salah satu persoalan besar yang dihadapi para pekerja saat ini adalah PHK. PHK ini menjadi salah satu sumber pengangguran di Indonesia. Jumlah Pengangguran di Indonesia sangat besar. Menurut Center for Labor and Development Studies (CLDS), pada 2002, jumlah penganggur diperkirakan sebesar 42 juta orang. Pastilah, banyaknya pengangguran ini akan berdampak pada sektor kehidupan lainnya. Sebenarnya, PHK adalah perkara biasa dalam dunia ketenagakerjaan. Tentu saja asalkan sesuai dengan kesepakatan kerja bersama (KKB), baik pihak pekerja maupun pengusaha harus ikhlas dan menyepakati pemutusan kerja ini. Namun, dalam kondisi ketika tidak terjadi keseimbangan posisi tawar menawar dan pekerjaan merupakan satu-satunya sumber pendapatan untuk hidup, maka PHK menjadi ‘bencana besar’ yang sangat menakutkan para pekerja. Sebenarnya, PHK bukanlah problem yang besar kalau kondisi sistem hubungan buruh pengusaha telah seimbang dan adanya jaminan kebutuhan pokok bagi pekerja.
  3. Tunjangan Sosial dan Kesehatan. Jika seseorang terkena bencana atau kebutuhan hidupnya meningkat, ia harus bekerja lebih keras secara mutlak. Begitu pula ketika ia sudah tidak mampu bekerja karena usia, kecelakaan, PHK atau sebab lainnya, maka ia tidak punya pintu pemasukan dana lagi. Kondisi ini menyebabkan kesulitan hidup luar biasa, terutama bagi seorang warga negara yang sudah tidak dapat bekerja atau bekerja dengan gaji sangat minim hingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya . Dalam pelaksanaan teknisnya, pemerintah praktis hanya membuat regulasinya saja, sedangkan pelaksanaannya diserahkan kepada (pemilik) perusahaan . Pada praktiknya, pekerja itu sendirilah yang menyediakan iuran wajib untuk melaksanakan program ini. Dana yang dibutuhkan untuk jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, tabungan hari tua, dan asuransi kematian, sebenarnya ditanggung oleh pekerja itu sendiri dengan menabung wajib sekian persen dari gajinya setiap bulan, lalu diolah dalam sistem ribawi agar berbunga terus untuk memenuhi kebutuhan seluruh jaminan tersebut.
  4. Problem Kelangkaan Lapangan Pekerjaan. Kelangkaan lapangan pekerjaan bisa terjadi ketika muncul ketidakseim-bangan antara jumlah calon pekerja sedangkan lapangan usaha relatif sedikit,atau banyaknya lapangan kerja, tapi kualitas tenaga kerja yang ada tidak sesuai dengan kualitas yang dibutuhkan. Kelangkaan lapangan pekerja ini memunculkan angka tingkat pengangguran yang tinggi yang dapat berakibat pada aspek sosial yang lebih luas.


Upaya Meminimalkan Masalah Ketenagakerjaan Dalam Kaitannya Dengan Fungsi Hukum Sebagai Social Engineering.


Hukum dan Masyarakat adalah 2 hal yang saling berhubungan. Secara umum kita mengenal 2 (dua) fungsi hukum yang berkembang dalam masyarakat, salah satunya adalah fungsi hukum sebagai Social Engineering. Fungsi Hukum sebagai social engineering yaitu dimana hukum digunakan sebagai sarana untuk melakukan perubahan-perubahan di dalam masyarakat dan mengarahkan kepada tujan-tujuan yang hendak dicapai.  Dalam hal ini fungsi hukum sebagai social engineering diwujudkan dalam upaya-upaya untuk meminimalkan masalah-masalah ketenagakerjaan yang ada. Upaya-upaya tersebut meliputi:

  1. Menyusun dan memonitor peraturan ketenagakerjaan. Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dalam mewujudkan hubungan industrial merupakan tanggung jawab pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.
  2. Pelatihan Kerja. Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja yang diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi kerja dan dapat dilakukan secara berjenjang. Pelatihan kerja diselenggarakan oleh lembaga pelatihan kerja pemerintah dan/atau lembaga pelatihan kerja swasta dan diselenggarakan di tempat pelatihan atau tempat kerja serta dapat bekerja sama dengan swasta. Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pembinaan pelatihan kerja dan pemagangan yang ditujukan ke arah peningkatan relevansi, kualitas, dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan kerja dan produktivitas yang dilakukan melalui pengembangan budaya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, menuju terwujudnya produktivitas nasional. 
  3. Penempatan Tenaga Kerja. Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri. Penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi. Penempatan tenaga kerja ini diarahkan untuk menempatkan tenaga kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum yang dilaksanakan dengan memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan program nasional dan daerah. Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja. Pelaksana penempatan tenaga kerja ini wajib memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja. 
  4. Perluasan Kesempatan Kerja. Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja dengan cara bersama-sama dengan masyarakat mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Semua kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah di setiap sektor diarahkan untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, dan dunia usaha perlu membantu dan memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja. Perluasan kesempatan kerja di luar hubungan kerja dilakukan melalui penciptaan kegiatan yang produktif dan berkelanjutan dengan mendayagunakan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi tepat guna yang dilakukan dengan pola pembentukan dan pembinaan tenaga kerja mandiri, penerapan sistem padat karya, penerapan teknologi tepat guna, dan pendayagunaan tenaga kerja sukarela atau pola lain yang dapat mendorong terciptanya perluasan kesempatan kerja. Pemerintah menetapkan kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja serta bersama-sama masyarakat mengawasi pelaksanaan kebijakan sebagaimana dimaksud. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dapat dibentuk badan koordinasi yang beranggotakan unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Semua ketentuan mengenai perluasan kesempatan kerja, dan pembentukan badan koordinasi sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  5. Menanggulangi Pekerja Anak Di Luar Hubungan Kerja. Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja dan mengaturnya melalui Peraturan Pemerintah. 
  6. Menetapkan Kebijakan Pengupahan Yang Melindungi Pekerja. Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sebagaimana dimaksud, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja
  7. Mengantisipasi Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja. Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh. Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Permohonan penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang menjadi dasarnya. Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dapat diterima oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial apabila telah dirundingkan dengan Pekerja/Serikat Pekerja. Penetapan atas permohonan pemutusan hubungan kerja hanya dapat diberikan oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika ternyata maksud untuk memutuskan hubungan kerja telah dirundingkan, tetapi perundingan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan. 
Optimalisasi upaya-upaya ini seharusnya menjadi skala prioritas karena ini merupakan kunci dan akar masalah gejolak ketenagakerjaan yang selama ini terjadi di berbagai wilayah. Mudah - mudahan, semuanya bisa terlaksana dengan baik dan sesuai harapan demi terciptanya iklim investasi yang sehat dan pemerataan kesejahteraan bagi pekerja dan juga untuk pengusahanya sendiri.



Sumber Pustaka : 

Sri Moertningsih Adioetomo. 2010. Dasar-dasar Demgrafi, Salemba Empat, Depok.
Satjipto Rahardjo. 1997. Pemanfaatan Ilmu-Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.

No comments:

Post a Comment